Rabu, 01 Oktober 2014

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Mengambil Barang Orang Lain dengan Cara Hipnotis

KAMIS, 19 AGUSTUS 2010
Pertanyaan:
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Mengambil Barang Orang Lain dengan Cara Hipnotis
Saya melihat keganjilan proses selama ini yang memasukkan tindakan tersebut ke dalam delik penipuan karena interpretasi saya terhadap penipuan adalah suatu kondisi di mana korban harus kedalam keadaan sadar. Hal ini sesuai dengan unsur-unsur yang saya lihat dari pasal 378 KUHP yang memasukkan unsur pembujukan dengan cara tipu-muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu atau perikeadaan palsu. Dan menurut saya pembujukan hanya bisa dilakukan dalam keadaan obyeknya harus berada dalam keadaan sadar karena orang yang bisa dibohongi atau ditipu bukanlah orang yang sementara kehilangan kesadaran. Saya meminta tanggapan, apakah saya tidak salah dalam menilai hal ini? Atas bantuannya, saya ucapkan banyak terima kasih.


Jawaban:
SHANTI RACHMADSYAH, S.H.
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4b9a1eb24a495/lt4f82909856ae8.jpg
Hipnotis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) edisi III adalah:
“membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis; berkenaan dengan hipnosis”
Sedangkan untuk hipnosis, menurut KBBI edisi III adalah:
“keadaan seperti tidur karena sugesti, yang pada taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali”

Adapun konteks pertanyaan Anda adalah hipnotis yang digunakan untuk melakukan kejahatan, dalam hal ini mengambil barang orang lain tanpa hak. Mengenai hal tersebut secara umum ada beberapa pendapat yang berbeda. Salah satunya dari Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., dosen hukum acara pidana UII. Menurut Mudzakkir, kejahatan yang menggunakan hipnotis tidak bisa dijerat dengan delik penipuan dalam KUHP. Pasalnya, menurut Mudzakkir, untuk delik penipuan, korbannya memang harus dalam keadaan sadar. Sadar di sini maksudnya sadar mengenai apa yang diinginkan oleh pelaku agar dilakukan/tidak dilakukan oleh korban tersebut. Sementara dalam hipnotis, korbannya dibuat dalam keadaan tidak sadar.

Menurut Mudzakkir, untuk kejahatan yang menggunakan hipnotis lebih tepat bila dikenakan delik membuat sakit orang, yaitu penganiayaan ringan. Penganiayaan menurut pasal 352 ayat (1) KUHP adalah:
“penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan. Delik ini diancam hukuman tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500.”

Sementara pendapat lainnya menyatakan bahwa tindakan kejahatan dengan hipnotis tersebut dapat dikenakan delik penipuan. Hal ini karena tindakan hipnotis tersebut dimaksudkan untuk mengambil keuntungan dari korban, dengan menggunakan tindakan yang menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu.

Penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu-muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Dari pasal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa beberapa unsur penting dalam delik penipuan adalah:
1.      dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Di sini unsurnya adalah kesengajaan. Si pelaku menyadari/menghendaki suatu keuntungan untuk diri sendiri/orang lain. Ia juga menyadari tindakannya yang berupa menggerakkan tersebut.
2.      dengan nama palsu atau martabat palsu atau tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.
3.      membujuk orang lain untuk menyerahkan barang atau memberi utang atau menghapuskan piutang. Yang disebut dengan membujuk adalah tiadanya permintaan dengan tekanan, walaupun ada sikap ragu-ragu atau penolakan dari korban.

Pendapat ini diutarakan oleh Arsil, peneliti pada Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP). Menurut Arsil, pada tindakan hipnotis tujuannya adalah untuk menggerakkan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang, untuk menguntungkan diri sendiri. Menggerakkannya dilakukan dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, yang membuat korbannya melakukan sesuatu. Jadi, unsur tujuan dan unsur cara dalam hal ini memenuhi untuk dikategorikan sebagai delik penipuan, sehingga hipnotis tersebut dapat dijerat dengan pasal mengenai penipuan.

Kami sendiri lebih cenderung pada pendapat kedua, yaitu bahwa kejahatan dengan hipnotis  bisa dijerat dengan delik penipuan. Apabila hanya menggunakan delik membuat sakit orang, maka tindakannya yang mengambil keuntungan dari korbannya tidak tercakup dalam delik tersebut. Oleh karena itu, kami sendiri lebih cenderung bahwa delik penipuan bisa dikenakan pada kejahatan dengan menghipnotis korbannya.

Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732)


http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3899/pertanggungjawaban-pidana-terhadap-orang-yang-mengambil-barang-orang-lain-dengan-cara-hipnotis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar